Senin, 07 Desember 2009

Manajemen Kerja Efektif

So little time, so many to do. Mungkin hal ini sudah jadi hal rutin Anda alami dalam pekerjaan. Load pekerjaan Anda terlalu banyak, sementara jam kerja terasa tidak cukup untuk menyelesaikan semua pekerjaan dengan maksimal…………
Bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan Anda dengan hasil yang sempurna adalah hal yang diharapkan dari Anda sebagai seorang profesional. Tetapi, terkadang ada saat ketika Anda merasa kewalahan untuk mengatur waktu kerja Anda. Berikut adalah tips praktis manajemen yang bisa Anda terapkan agar di masa yang akan datang, Anda bisa bekerja dengan lebih efektif dan produktif.

1. Catat aktifitas Anda.
Buat jurnal yang mencatat setiap aktifitas Anda dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Buat sedetail mungkin dan jujur. Jika Anda menghabiskan 10 menit untuk membaca email pribadi Anda atau lebih dari ? jam untuk ´ngobrol´ di telepon, maka tulislah. Buat jurnal aktifitas setiap hari paling tidak selama satu minggu.

2. Analisa aktifitas Anda.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memilah aktifitas yang memang menjadi tugas Anda dan seharusnya tidak Anda lakukan. Analisa prioritas untuk tiap aktifitas Anda; aktifitas mana yang bisa didelegasikan, aktifitas yang memakan waktu lama, aktifitas yang tidak produktif dan lain sebagainya.

3. Lihat kembali job description Anda.
Apakah aktifitas kerja Anda sehari-hari sesuai dengan job description yang tertera di kontrak kerja? Apabila ternyata pekerjaan Anda selama ini telah melenceng jauh dari deskripsi kerja Anda, maka segeralah diskusikan hal ini kepada atasan Anda. Jangan lupa membawa jurnal kerja Anda dan deskripsi kerja Anda sebagai perbandingan. Memahami tugas dan tanggung jawab Anda sebagai seorang professional adalah dasar untuk mengelola waktu Anda dengan efektif.

4. Tuliskan target pencapaian Anda untuk perhari, perminggu, perbulan atau bahkan pertahun.
Daftar target dalam bentuk tertulis membantu Anda untuk menyusun rencana dan strategi yang harus Anda jalankan untuk meraihnya. Selain itu, daftar ini akan jadi pemacu dan pengingat tentang target Anda.

5. Mengurangi atau bahkan menghilangkan aktifitas yang tidak dalam top priority .
Dengan jurnal yang dengan detail memuat jenis aktifitas, prioritas dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya, singkirkan aktifitas yang tidak perlu dikerjakan di kantor. Dengan demikian Anda mempunyai waktu lebih untuk mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan deskripsi kerja Anda.

6. Buat daftar pekerjaan yang harus Anda kerjakan setiap hari.
Memang terlihat sederhana, namun daftar ini membantu Anda untuk disiplin mengerjakan pekerjaan Anda tiap hari.

Akan selalu ada hambatan dalam menjalankan strategi manajeman waktu seperti ini. Terkadang Anda melewatkan tenggat, atau tidak mendapatkan dukungan dari rekan sekerja, namun ingatlah bahwa Anda bertanggung jawab atas hasil kerja Anda. Seiring berjalannya waktu, jika Anda konsisten dengan rencana kerja Anda dan strategi ini, pada akhirnya Anda akan terbiasa dan mahir mengelola waktu kerja Anda, sehingga tidak pernah lagi ada keluhan ´terlalu banyak pekerjaan tapi terlalu sedikit waktu´.

Remember! :
Setiap orang memiliki waktu 24 jam dalam sehari. Yang membedakan antara yang sukses dan yang gagal adalah cara mereka memanfaatkan waktu. So hitunglah dan gunakanlah waktu Anda dengan maksimal.

Sumber : http://id.jobsdb.com/ID/EN/V6HTML/JobSeeker/Resources/executive/chandra/praktikal_manajemen.htm

Minggu, 25 Oktober 2009

8 Etos Kerja Profesional

Roniwahyu

“ETOS Kerja merupakan sikap mental dalam menghayati dan menghargai pekerjaan kita.
Dengan kata lain, etos kerja adalah semangat dan sikap mental yang selalu
berpandangan bahwa kualitas kerja kita di hari ini harus lebih baik daripada
hari kemarin, dan kualitas kerja kita di hari esok harus lebih baik daripada
kualitas kerja hari ini” — KH Adbullah Gymnasiar

Bagaimana dengan sikap Anda selama ini dengan pekerjaan Anda?
- Apakah Anda sering Ngeluh?
- Apakah Anda sering Ngedumel?
- Apakah Anda sering Ngegosip?
- Apakah Anda suka Ngomel
- APakah Anda adalah orang yang Ngeyel?
JIka Anda adalah memiliki sikap seperti itu berarti Anda sedang memiliki masalah dengan etos kerja Anda.Yang jelas apapun masalah Anda dengan semangat atau etos kerja, pasti ada solusinya.
Cara terbaik untuk mengatasinya masalah Anda. Bagaimana caranya? yaitu dengan langsung membenahi
pangkal masalahnya, yaitu motivasi kerja. Itulah akar yang membentuk etos kerja.

Untuk dapat membangun kembali etos kerja perlu ada motivasi diri sendiri yang antara lain:

1. Kerja Adalah Rahmat Dari Allah SWT
Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor, sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari ALLAH SWT. Anugerah itu kita terima tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun.

Bakat dan kecerdasan yang memungkinkan kita bekerja adalah anugerah. Dengan
bekerja, setiap tanggal muda kita menerima gaji untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja kita punya banyak teman dan kenalan, punya kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan, dan masih banyak lagi. Semua itu anugerah yang patut disyukuri. Sungguh kelewatan jika kita merespon semua rahmat itu dengan kerja yang ogah-ogahan

2. Kerja Adalah Amanah
Apapun pekerjaan kita semua adalah Amanah. Seyogyanya kita menjalankan amanah tersebut dengan sebaik mungkin. Kerja bukanlah sekedar pengisi waktu tapi perintah Allah. “Amanat itu mendatangkan rezeki,sedangkan khianat itu mendatangkan kemiskinan” (HR Dailami).
Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.

3. Kerja Adalah Panggilan
Jika pekerjaan atau profesi kita disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri kita sendirim, “I’m do my best!” Dengan begitu kita tidak akann merasa puas jika hasil karya ya kita kurang baik mutunya

4. Kerja Adalah Aktualisasi
Aktualisasi diri artinya pengungkapan atau penyataan diri kita, apa yang harus kita aktualisasikan ?
- kemampuan kita untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab
- kejujuran
- disiplin
- kemauan untuk maju
- Tunjukkanlah terlebih dulu kualitas pekerjaan yang anda lakukan sebelum anda
- menuntut terlalu banyak untuk menerima imbalan yang besar karena kerja
- adalah aktualisasi diri.

Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa “ada”. Bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekerjaan.

5. Kerja Adalah Ibadah
Seperti halnya aktivitas keseharian seorang muslim, kerja juga harus
diniatkan dan berorentasi ibadah kepada Allah SWT. Dengan kata lain, setiap
aktivitas yang kita lakukan hakikatnya mencari keridhaan Allah semata. Setiap
ibadah kepada Allah harus direalisasikan dalam bentuk tindakan, sehingga bagi
seorang muslim aktivitas bekerja juga mengandung nilai ibadah. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata

6. Kerja Adalah Seni
Kesadaran ini membuat kita bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan hobi

7. Kerja Adalah Kehormatan
Karena tidak semua orang bisa diberi kepercayaan untuk melakukan suatu
pekerjaan seperti yang anda terima saat ini. Kerja bukanlah masalah uang semata, namun lebih mendalam mempunyai
sesuatu arti bagi hidup kita. Kadang mata kita menjadi “hijau” melihat
uang, sampai akhirnya melupakan apa arti pentingnya kebanggaan profesi
yg kita miliki.
Bukan masalah tinggi rendah atau besar kecilnya suatu profesi, namun
yang lebih penting adalah etos kerja, dalam arti penghargaan terhadap
apa yang kita kerjakan. Sekecil apapun yang kita kerjakan, sejauh itu
memberikan rasa bangga di dalam diri, maka itu akan memberikan arti
besar. Seremeh apapun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika kita bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan yang lain yang lebih besar akan datang kepada kita

8. Kerja Adalah Pelayanan
Manusia diciptakan dengan dilengkapi oleh keinginan untuk berbuat baik. Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercu suar, semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama.

Referensi : AA Gym, Jansen Sinamo, Anonymous

Senin, 25 Mei 2009

Kesederhanaan adalah Kekuatan Luar Biasa

By : Joko Susilo
Tidak sedikit orang yang mudah terpesona dengan hal-hal yang kompleks dan rumit. Dalam pikirannya, segala yang rumit atau kompleks, pastilah luar biasa, canggih, dan ‘wah’. Namun sayangnya kadang pandangan tersebut dibarengi dengan menganggap remeh hal-hal sederhana. Kesederhanaan dipandang hanya sebelah mata.

Apakah benar kesederhanaan itu tidak luar biasa dan powerful?

Menyadari betapa dunia saat ini sudah begitu kompleks merupakan satu kenyataan yang tak terbantahkan. Perkembangan teknologi dan komunikasi melesat begitu cepat. Teknologi-teknologi terbaru terus bermunculan.

Betul kalau sekarang dunia kita begitu kompleks. Namun, kerumitan tak seharusnya kemudian ditampilkan dengan wajah seadanya. Yang hebat menurut saya adalah mampu menjadikan segala hal yang begitu rumit menjadi jauh lebih sederhana. Agar siapapun bisa menikmatinya dengan nyaman.

Anda bisa lihat Google. Di balik kerumitan Google dalam proses pembuatannya, Google menawarkan hal yang sangat sederhana kepada para penggunanya. Bila anda ingin mencari sesuatu, anda cukup mengetikkan kata yang dicari, dalam sepersekian detik hasil pencarian langsung muncul.

Kemudahan dan kesederhanaan Google membuatnya menjadi search engine nomor satu di dunia. Kesederhanaan Google itu pula yang menjadi trend-setter di kalangan search engine lain. Dan menjadikan “simplicity web” sebagai falsafah acuan bagi para pembuat situs web di dunia.

Bukan hanya dalam desain dan isi (content) web, bahkan dalam jiwa Google, kekuatan kesederhanaan itu begitu kuat merasuk. Sehingga produk-produk keluaran Google selalu memancarkan kekuatan kesederhanaan itu.

Karena memang seperti yang juga saya yakini: kesederhanaan adalah kekuatan yang luar biasa.

Sederhana membuat kita fokus.
Sederhana membuat hidup kita lebih simpel.
Sederhana membuat hidup lebih seimbang.
Sederhana membuat tindakan kita lebih efektif dan efisien.
Sederhana membuat hidup anda lebih mudah.

Anda pun bisa mulai hidup yang sederhana namun luar biasa. Mulai dari pikiran anda detik ini juga. “Rapikan pikiran anda. Carut marut pikiran, urai dan aturlah kembali. Dan rasakan hasilnya. Anda akan bisa berpikir jauh lebih jelas!”

Kesederhanaan. Itulah kata kunci yang menjadi rahasia bisnis internet saya selama ini. Berkat kesederhanaannya, FormulaBisnis menjadi satu-satunya bisnis internet di Indonesia yang bertahan lebih delapan tahun dan terus berkibar.

Mulailah bisnis internet anda dengan cara sederhana. Cukup tiga langkah. Anda memiliki produk, membuat situs web, dan mengalirkan traffic. Maka bisnis internet anda sudah berjalan.

Mengapa kita harus membuatnya menjadi rumit bila yang sederhana terbukti berhasil? Bagaimana pendapat anda?

Minggu, 15 Februari 2009

7 Mentalitas Profesional

Oleh: Jansen H. Sinamo [19 Juni 2007] - Dibaca sebanyak 11754 kali

Kini adalah zaman profesional. Abad 21 dicirikan oleh globalisasi yang serba kompetitif dengan perubahan yang terus menggesa. Tidak terbayangkan lagi ada organisasi yang bisa bertahan tanpa profesionalisme. Bukan sekadar profesionalisme biasa tetapi profesionalisme kelas tinggi, world-class professionalism, yang memampukan kita sejajar dan bermitra dengan orang-orang dan organisasi-organisasi terbaik dari seluruh dunia.

Kaum profesional dari pelbagai disiplin kerja sekarang sudah merambah ke seluruh dunia. Bagi mereka batas-batas negara tidak lagi relevan. Wawasan mereka sudah kosmopolitan. Mereka adalah warga dunia yang bisa memberikan kontribusi mereka di mana saja di muka Bumi. Mereka bisa bekerja di mana saja di planet ini.

Bangsa kita jelas memerlukan sekelompok besar kaum profesional untuk mengisi pembangunan masyarakat di segala bidang. Jika tidak mampu, maka kita terpaksa harus mengimpor mereka dengan harga yang sangat mahal.

Sesungguhnya, Indonesia berpotensi pula mengekspor tenaga-tenaga kerja profesional dalam pelbagai kelas ke mancanegara: perminyakan, pertambangan, kehutanan, sastra, seni, dan lain-lain.

Untuk dua hal di atas diperlukan usaha besar: membangun mentalitas profesional.

1. Mentalitas Mutu
Seorang profesional menampilkan kinerja terbaik yang mungkin. Dengan sengaja dia tidak akan menampilkan the second best (kurang dari terbaik) karena tahu tindakan itu sesungguhnya adalah bunuh diri profesi. Seorang profesional mengusahakan dirinya selalu berada di ujung terbaik (cutting edge) bidang keahliannya. Dia melakukannya karena hakikat profesi itu memang ingin mencapai suatu kesempurnaan nyata, menembus batas-batas ketidakmungkinan praktis, untuk memuaskan dahaga manusia akan ideal mutu: kekuatan, keindahan, keadilan, kebaikan, kebergunaan.

Jelas, profesionalisme tidak identik dengan pendidikan tinggi. Yang utama adalah sikap dasar atau mentalitas. Maka seorang pengukir batu di pelosok Bali misalnya, meskipun tidak lulus SMP, namun sanggup mengukir dengan segenap hati sampai dihasilkan suatu karya ukir terhalus dan terbaik, sebenarnya adalah seorang profesional. Seorang guru SD di udik Papua yang mengajar dengan segenap dedikasi demi kecerdasan murid-muridnya adalah seorang profesional.

Di fihak lain, seorang dokter yang menangani pasiennya dengan tergesa-gesa karena mengejar kuota pasien bukanlah profesional. Demikian pula seorang profesor yang mengajar asal-asalan, meneliti asal jadi, membina mahasiswa terlalu banyak sampai mengorbankan kualitas, bukanlah profesional. Atau, seorang insinyur yang dengan sengaja mengurangi takaran bahan bangunannya demi laba yang lebih besar bukanlah profesional.

Jadi mentalitas pertama seorang profesional adalah standar kerjanya yang tinggi yang diorientasikan pada ideal kesempurnaan mutu.

2. Mentalitas Altruistik
Seorang profesional selalu dimotivasi oleh keinginan mulia berbuat baik. Istilah baik di sini berarti berguna bagi masyarakat. Aspek ini melengkapi pengertian baik dalam mentalitas pertama, yaitu mutu. Baik dalam mentalitas kedua ini berarti goodness yang dipersembahkan bagi kemaslahatan masyarakat. Profesi seperti guru, dokter, atau advokat memang jelas sangat bermanfaat bagi masyarakat. Demikian pula pialang saham, computer programmer, atau konsultan investasi. Taat asas dengan pengertian ini, tidak mungkin ada pencuri profesional atau pembunuh profesional. Mungkin saja teknik mencurinya atau metoda membunuhnya memang canggih dan hebat, tetapi menggelari mereka sebagai kaum profesional adalah sebuah kerancuan istilah.

Mutu kerja seorang profesional tinggi secara teknis, tetapi nilai kerja itu sendiri diabdikan demi kebaikan masyarakat yang didorong oleh kebaikan hati, bahkan dengan kesediaan berkorban. Inilah altruisme.

Di fihak lain, paradoksnya, karena kualitas kerjanya tinggi, berbasiskan kompetensi teknis yang tinggi, maka masyarakat menghargai jasa kaum profesional ini dengan tinggi pula. Artinya, imbalan kerja bagi kaum profesional umumnya selalu mahal. Permintaan atas jasa mereka selalu lebih tinggi dari ketersediaannya. Itulah yang mengakibatkan imbalan kerja kaum profesional menjadi tinggi. Oleh karena itu pula, status sosial kaum profesional dari segi moneter umumnya berada di lapisan tengah ke atas. Ini bukan karena kaum profesional menuntut untuk didudukkan di kelas tersebut, tetapi sebagai akibat logis dari eksistensi profesionalnya.

Maka ciri kedua profesionalisme ialah hadirnya motif altruistik dalam sikap dan falsafah kerjanya.

3. Mentalitas Melayani
Kaum profesional tidak bekerja untuk kepuasan diri sendiri saja tanpa peduli pada sekitarnya. Kaum profesional tidak melakukan onani profesi. Sebaliknya, kepuasannya muncul karena konstituen, pelanggan, atau pemakai jasa profesionalnya telah terpuaskan lebih dahulu via interaksi kerja.

Kaum profesional lahir karena kebutuhan masyarakat pelanggan. Sorang maestro seni lukis sekelas Michelangelo saja pun tetap punya pelanggan, yakni Sri Paus, sang penguasa Vatikan, yang keinginannya harus dipuaskan.

Seorang profesional bahkan dengan tegas mematok nilai moneter atas jasa profesionalnya. Dengan ketegasan ini berarti sang profesional berani berdiri di mahkamah tawar-menawar rasional dengan para pelanggannya. Maka seorang profesional harus bisa melayani pelanggannya sebaik-baiknya. Dan sang profesional diharapkan melakukannya secara konsisten dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati sebagai apreasiasi atas kesetiaan pelanggannya di sepanjang karir profesionalnya.

Maka ciri ketiga seorang pekerja profesional adalah sikap melayani secara tulus dan rendah hati kepada pelanggannya dan nilai-nilai utama profesinya.

4. Mentalitas Pembelajar
Di bidang olahraga, seorang pemain profesional, sebelum terjun penuh waktu, terlebih dahulu menerima pendidikan dan pelatihan yang mendalam. Dan di sepanjang karirnya ia terus-menerus mengenyam latihan-latihan tiada henti.

Begitu juga di bidang lain, seorang pekerja profesional adalah dia yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan khusus di bidang profesinya. Bahkan untuk profesi-profesi yang sudah mapan, sebelum seseorang diberi hak menyandang status profesional, dia harus menempuh serangkaian ujian. Bila lulus barulah dia mendapatkan sertifikasi profesional dari asosiasi profesinya.

Kompetensi tinggi tidak mungkin dicapai tanpa disiplin belajar yang tinggi dan berkesinambungan. Dan karena tuntutan masyarakat semakin lama semakin tinggi, tak pelak lagi, belajar dan berlatih seumur hidup harus menjadi budaya kaum profesional. Tanpa itu maka sajian nilai sang pekerja profesional semakin lama semakin tidak relevan. Bahkan bisa tak bersentuhan dengan realitas sekitarnya. Pada saat itulah seorang pekerja gagal menjadi profesional.

Jadi ciri keempat pekerja profesional adalah hati pembelajar yang menjadikannya terus bertumbuh dan mempertajam kompetensinya kerjanya.

5. Mentalitas Pengabdian
Seorang pekerja profesional memilih dengan sadar satu bidang kerja yang akan ditekuninya sebagai profesi. Pilihannya ini biasanya terkait erat dengan ketertarikannya pada bidang itu, bahkan ada semacam rasa keterpanggilan untuk mengabdi di bidang tersebut. Mula-mula, pilihan itu dipengaruhi oleh bakat dan kemampuannya yang digunakannya sebagai kalkulasi peluang suksesnya di sana. Tetapi kemudian berkembang sebuah hubungan cinta antara sang pekerja dengan pekerjaannya.

Hubungan ini mirip dengan hubungan jejaka-gadis yang jatuh cinta. Semakin mereka mengenal, rasa cinta makin kental, dan akhirnya mengokohkan hubungan itu secara marital. Demikian juga seorang profesional, semakin ia menekuni profesinya semakin timbul rasa cinta. Dan bila hatinya sudah mantap betul maka ia memutuskan untuk hanya menekuni bidang itu sampai tuntas dan menyatu padu dalam sebuah ikatan cinta yang kekal. Demikianlah, seorang profesional mengabdi sepenuh cinta pada profesi yang dipilihnya.

Jadi ciri kelima seorang profesional sejati adalah terjalinnya dedikasi penuh cinta dengan bidang profesi yang dipilihnya.

6. Mentalitas Kreatif
Seorang olahragawan profesional menguasai sepenuhnya seni bermain. Baginya permainan tidak melulu soal teknis, tetapi juga seni. Ia beranjak dari seorang jago menjadi seorang maestro seperti Rudy Hartono di bulutangkis, Pele di sepakbola, atau Muhammad Ali di tinju. Sedangkan pemain amatir, tidak pernah sampai ke jenjang seni; asal menguasai teknik-teknik dasar maka memadailah untuk ikut pertandingan-pertandingan.

Seorang pekerja profesional, sesudah menguasai kompetensi teknis di bidangnya, berkembang terus ke tahap seni. Dia akan menemukan unsur seni dalam pekerjaannya. Dia akan menghayati estetika dalam profesinya. Mata hatinya terbuka lebar melihat kekayaan dan keindahan profesi yang ditekuninya. Seterusnya, perspektif, keindahan, dan kekayaan ini akan memicu kegairahan baru bagi sang profesional yang pada gilirannya memampukannya menjadi pekerja kreatif, berdaya cipta, dan inovatif.

Jadi ciri keenam seorang pekerja profesional adalah kreativitas kerja yang lahir dari penghayatannya yang artistik atas bidang profesinya.

7. Mentalitas Etis
Seorang pekerja profesional, sesudah memilih untuk "menikah" dengan profesinya, menerima semua konsekuensi pilihannya, baik manis maupun pahit. Profesi apa pun pasti terlibat menggeluti wacana moral yang relevan dengan profesi itu. Misalnya profesi hukum menggeluti moralitas di seputar keadilan, profesi kedokteran menggeluti moralitas kehidupan, profesi bisnis menggeluti moralitas keuntungan, begitu seterusnya dengan profesi lain.

Maka seorang profesional sejati tidak akan menghianati etika dan moralitas profesinya demi uang atau kekuasaan misalnya. Penghianatan profesi disebut juga sebagai pelacuran profesionalisme yakni ketidaksetiaan pada moralitas dasar kaum profesional.

Di pihak lain, jika profesinya dihargai dan dipuji orang, dia juga akan menerimanya dengan wajar. Kaum profesional bukanlah pertapa yang tidak membutuhkan uang atau kekuasaan, tetapi mereka menerimanya sebagai bentuk penghargaan masyarakat yang diabdinya dengan tulus.

Jadi ciri keenam pekerja profesional adalah kesetiaan pada kode etik profesi pilihannya.